Selasa, 03 Maret 2015

ASKEP DM PADA IBU HAMIL



BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes Melitus Gestasional (DMG) didefinisikan sebagai gangguan toleransi glukosa berbagai tingkat yang diketahui pertama kali saat hamil tanpa membedakan apakah penderita perlu mendapat insulin atau tidak. Pada kehamilan trimester pertama kadar glukosa akan turun antara 55-65% dan hal ini merupakan respon terhadap transportasi glukosa dari ibu ke janin. Sebagian besar DMG asimtomatis sehingga diagnosis ditentukan secara kebetulan pada saat pemeriksaan rutin.

Di Indonesia insiden DMG sekitar 1,9-3,6% dan sekitar 40-60% wanita yang pernah mengalami DMG pada pengamatan lanjut pasca persalinan akan mengidap diabetes mellitus atau gangguan toleransi glukosa. Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah sewaktu dan 2 jam post prandial (pp). Bila hasilnya belum dapat memastikan diagnosis DM, dapat diikuti dengan test toleransi glukosa oral. DM ditegakkan apabila kadar glukosa darah sewaktu melebihi 200 mg%. Jika didapatkan nilai di bawah 100 mg% berarti bukan DM dan bila nilainya diantara 100-200 mg% belum pasti DM. Pada wanita hamil, sampai saat ini pemeriksaan yang terbaik adalah dengan test tantangan glukosa yaitu dengan pembebanan 50 gram glukosa dan kadar glikosa darah diukur 1 jam kemudian. Jika kadar glukosa darah setelah 1 jam pembebanan melebihi 140 mg% maka dilanjutkan dengan pemeriksaan test tolesansi glukosa oral. Gangguan DM terjadi 2 % dari semua wanita hamil, kejadian meningkat sejalan dengan umur kehamilan, tetapi tidak merupakan kecenderungan orang dengan gangguan toleransi glokusa , 25% kemungkinan akan berkembang menjadi DM.
DM gestasional merupakan keadaan yang perlu ditangani dengan professional, karena dapat mempengaruhi kehidupan janin/ bayi dimasa yang akan dating, juga saat persalinan.



B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Patofisiologi terjadinya DM pada masa kehamilan

2. Bagaimana Proses asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan DM

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian DMG.

2. Untuk mengetahui konsep teori DM pada masa kehamilan.

3. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan Diabetes Melitus.







BAB II

PEMBAHASAN

I. Tinjauan Teoritis

A. Definisi

Diabetes Melitus pada kehamilan atau sering disebut Diabetes Melitus Gestasional, merupakan penyakit diabetes yang terjadi pada ibu yang sedang hamil.

Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) didefinisikan sebagai gangguan toleransi glukosa, Intoleransi karbohidrat ringan (toleransi glukosa terganggu) maupun berat. Penyakit kelainan metabolisme, dimana penderita tidak bisa secara otomatis mengendalikan tingkat glukosa dalam darahnya, yang terjadi atau diketahui pertama kali pada saat kehamilan berlangsung dan tidak diderita sebelum ibu hamil.



B. Etiologi

Penyakit gula dapat merupakan kelainan herediter dengan cara insufisiensi atau absennya insulin dalam sirkulasi darah, konsentrasi gula darah tinggi. Berkurangnya glikogenesis. Diabetes dalam kehamilan menimbulkan banyak kesulitan, penyakit ini akan menyebabkan perubahan-perubahan metabolik dan hormonal pada penderita yang juga dipengaruhi oleh kehamilan. Sebaliknya diabetes akan mempengaruhi kehamilan dan persalinan.

Faktor Predisposisi :

1. Umur sudah mulai tua

2. Multiparitas

3. Penderita gemuk

4. Kelainan anak lebih besar dari 4000 g

5. Bersifat keturunan

6. Pada pemeriksaan terdapat gula dalam urine

7. Riwayat kehamilan : Sering meninggal dalam rahim, Sering mengalami lahir mati, Sering mengalami keguguran

8. Glokusuria



C. Patofisiologi

Pada DMG terjadi suatu keadaan di mana jumlah/fungsi insulin menjadi tidak optimal. Terjadi perubahan kinetika insulin dan resistensi terhadap efek insulin. Akibatnya, komposisi sumber energi dalam plasma ibu bertambah (kadar gula darah tinggi, kadar insulin tetap tinggi).

Melalui difusi terfasilitasi dalam membran plasenta, dimana sirkulasi janin juga ikut terjadi komposisi sumber energi abnormal. (menyebabkan kemungkinan terjadi berbagai komplikasi). Selain itu terjadi juga hiperinsulinemia sehingga janin juga mengalami gangguan metabolik (hipoglikemia, hipomagnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, dan sebagainya.

Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolism endokrin dan karbohidrat yang menunjang pemasokan makanan bagi janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa dapat berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tak dapat mencapai janin, sehingga kadar gula ibu yang mempengaruhi kadar pada janin. Pengendalian kadar gula terutama dipengaruhi oleh insulin, disamping beberapa hormone lain seperti estrogen, steroid dan plasenta laktogen. Akibat lambatnya resorpsi makanan maka terjadi hiperglikemia yang relatif lama dan ini menuntut kebutuhan insulin. Menjelang aterm kebutuhan insulin meningkat sehingga mencapai 3 kali dari keadaan normal. Hal ini disebut sebagai tekanan diabetojenik dalam kehamilan. Secara fisiologik telah terjadi resistensi insulin yaitu bila ia ditambah dengan insulin eksogen ia tidak mudah menjadi hipoglikemi. Akan tetapi, bila ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin, sehingga ia relative hipoinsulin yang menyebabkan hiperglikemia atau diabetes kehamilan.



D. Manifestasi Klinis

1. Sering kencing pada malam hari (polyuria)

2. Selalu merasa haus (polydipsia)

3. Selalu merasa lapar (polyfagia)

4. Selalu merasa lelah atau kekurangan energi

5. Penglihatan menjadi kabur

6. Hyperglaisimia (peningkatan abnormal kandungan gula dalam darah)

7. Glaikosuria (glukosa dalam urine)

8. Mata kabur

9. Pruritus vulva.

10. Ketonemia.

11. BB menurun

12. Gula darah 2 jam pp > 200 mg/dl.

13. Gula darah sewaktu > 200 mg/dl

14. Gula darah puasa > 126 mg/dl.



E. Klasifikasi

Pada Diabetes Mellitus Gestasiona , ada 2 kemungkinan yang dialami oleh si Ibu, yaitu:

1. Ibu tersebut memang telah menderita DM sejak sebelum hamil

2. Si ibu mengalami/menderita DM saat hamil

Klasifikasi DM dengan Kehamilan menurut Pyke:

· Kelas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang timbul pada waktu hamil dan menghilang setelah melahirkan.

· Kelas II : Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai sejak sebelum hamil dan berlanjut setelah hamil.

· Kelas III : Pregestasional diabetes yang disertai dengan komplikasi penyakit pembuluh darah seperti retinopati, nefropati, penyakit pemburuh darah panggul dan pembuluh darah perifer, 90% dari wanita hamil yang menderita Diabetes termasuk ke dalam kategori DM Gestasional (Tipe II).



F. Pengaruh DM terhadap kehamilan

1. Pengaruh kehamilan, persalinan dan nifas terhadap DM

a. Kehamilan dapat menyebabkan status pre diabetik menjadi manifes ( diabetik )

b. DM akan menjadi lebih berat karena kehamilan

2. Pengaruh penyakit gula terhadap kehamilan di antaranya adalah :

a. Abortus dan partus prematurus

b. Hidronion

c. Pre-eklamasi

d. Kesalahan letak jantung

e. Insufisiensi plasenta

3. Pengaruh penyakit terhadap persalinan

a. Gangguan kontraksi otot rahim partus lama / terlantar.

b. Janin besar sehingga harus dilakukan tindakan operasi.

c. Gangguan pembuluh darah plasenta sehingga terjadi asfiksia sampai dengan lahir
mati

d. Perdarahan post partum karena gangguan kontraksi otot rahim.

e. Post partum mudah terjadi infeksi.

f. Bayi mengalami hypoglicemi post partum sehingga dapat menimbulkan kematian

4. Pengaruh DM terhadap kala nifas

a. Mudah terjadi infeksi post partum

b. Kesembuhan luka terlambat dan cenderung infeksi mudah menyebar

5. Pengaruh DM terhadap bayi

a. Abortus, prematur, > usia kandungan 36 minggu

b. Janin besar ( makrosomia )

c. Dapat terjadi cacat bawaan, potensial penyakit saraf dan jiwa



G. Pencegahan

1. Primer : untuk mengurangi obesitas dan BB.

2. Sekunder : deteksi dini, kontrol penyakit hipertensi, anti rokok, perawatan.

3. Tersier :

a. Pendidikan tentang perawatan kaki, cegah ulserasi, gangren dan amputasi.

b. Pemeriksaan optalmologist

c. Albuminuria monitor penyakit ginjal

d. Kontrol hipertensi, status metabolic dan diet rendah protein

e. Pendidikan pasien tentang penggunaan medikasi untuk mengontrol medikasi



H. Terapi

1. Dialysis : peritoneal, hemodialisa

2. Total Nutrisi Parenteral

3. Tube feeding Hyperosmolar

4. Pembedahan

5. Obat : Glukokortikoid, diuretic, dipenilhidonsion, Agmen Beta Adrenergik Bloking, Agen Immunosupresive, diazoxida.








II. Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1. Identitas

· Usia : perlu diketahui kapan ibu dan berapa tahun ibu menderita Diabetes melitus, karena semakin lama ibu menderita DM semakin berat komplikasi yang muncul. Seperti yang dijelaskan pada klasifikasi DM.

2. Keluhan Utama

· Biasanya ibu hamil dengan DM mengeluh Mual, muntah, penambahan berat badan berlebihan atau tidak adekuat, polipdipsi, poliphagi, poluri, nyeri tekan abdomen dan retinopati.

3. Riwayat Penyakit Keluarga

· Perlu dikaji apakah ada keluarga yang menderita DM, karena DM bersifat keturunan.

4. Riwayat Kehamilan

· Diabetes mellitus gestasional.

· Hipertensi karena kehamilan.

· Infertilitas.

· Bayi low gestasional age.

· Riwayat kematian janin.

· Lahir mati tanpa sebab jelas.

· Anomali congenital.

· Aborsi spontan.

· Polihidramnion.

· Makrosomia.

· Pernah keracunan selama kehamilan.

5. Pola Aktivitas Sehari-hari

a. Pola Nutrisi:

· Polidipsi.

· Poliuri.

· Mual dan muntah.

· Obesitas.

· Nyeri tekan abdomen.

· Hipoglikemi.

· Glukosuria.

· Ketonuria.

· Kulit.

· Sensasi kulit lengan, paha, pantat dan perut dapat berubah karena ada bekas injeksi insulin yang sering.

· Mata.

· Kerusakan penglihatan atau retinopati.



b. Pola eliminasi; BAK : pasien dengan DM memiliki gejala yaitu poliuri atau sering berkemih. BAB : biasanya tidak ada gangguan.

c. Pola personal hygiene; Pola atau frekuensi mandi, menggosok gigi, keramas.

6. Pola istirahat tidur : Gangguan pola tidur karena perubahan peran dan melaporkan kelelahan yang berlebihan.

7. Pola aktifitas dan latihan : Aktivitas yang berlebih pada keadaan hipoglikemi dapat menyebabkan rasa lapar meningkat, pusing, nyeri kepala, berkeringat, letih, lemah, pernapasan dangkal dan pandangan kabur. Jika ini terjadi maka ibu akan rentan terhadap cedera dan jika rasa lapar berlebih ini akan menyebabkan ketidakpatuhan diet ibu.

8. Pemeriksaan Fisik :

· Keadaan umum jika dalam keadaan hipoglikemi ibu bisa merasa lemah dan letih

· TD ibu dengan DM perlu diobservasi tekanan darahnya karena komplikasi dari ibu dengan DM adalah preeklamsia dan eklamsia.

· Nadi pada keadaan hiperlikemi biasanya nadi lemah dan cepat.

· Respirasi pada keadaan hiperglikemi atau diabetik ketoasidosis biasanya RR meningkat dan napas bau keton.

· Suhu tidak ada gangguan, tetapi biasanya kulit pasien lembab pada kondisi hipoglikemi.

· Berat badan ibu dengan DM biasanya memiliki berat badan berlebih, dan terjadi peningkatan berat badan waktu hamil yang berlebih.



B. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna dan menggunakan nutrisi kurang tepat.

2. Resiko tinggi terhadap cedera janin berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa maternal, perubahan pada sirkulasi.

3. Resiko tinggi terhadap cedera janin berhubungan dengan ketidakadekuatan kontrol diabetik, profil darah abnormal atau anemia, hipoksia jaringan dan perubahan respon umum.





C. Intervensi

Diagnosa I : Resiko tinggi terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakmampuan mencerna dan menggunakan nutrisi kurang tepat.

Kriteria hasil :

Mempertahankan kadar gula darah puasa antara 60-100 mg/dl dan 2 jam sesudah makan tidak lebih dari 140 mg/dl.

Intervensi :

Mandiri :

1. Timbang berat badan setiap kunjungan prenatal.

Rasional: Penambahan berat badan adalah kunci petunjuk untuk memutuskan penyesuaian kebutuhan kalori.

2. Kaji masukan kalori dan pola makan dalam 24 jam.

Rasional : Membantu dalam mengevaluasi pemahaman pasien tentang aturan diet.

3. Tinjau ulang dan berikan informasi mengenai perubahan yang diperlukan pada penatalaksanaan diabetik.

Rasional : Kebutuhan metabolisme dari janin dan ibu membutuhkan perubahan besar selama gestasi memerlukan pemantauan ketat dan adaptasi.

4. Tinjau ulang tentang pentingnya makanan yang teratur bila memakai insulin.

Rasional : Makan sedikit dan sering menghindari hiperglikemia , sesudah makan dan kelaparan.

5. Perhatikan adanya mual dan muntah khususnya pada trimester pertama.

Rasional : Mual dan muntah dapat mengakibatkan defisiensi karbohidrat yang dapat mengakibatkan metabolisme lemak dan terjadinya ketosis.

Kolaborasi :

1. Sesuaikan diet dan regimen insulin untuk memenuhi kebutuhan individu.

Rasional : Kebutuhan metabolisme prenatal berubah selama trimester pertama.

2. Rujuk pada ahli gizi.

Rasional : Diet secara spesifik pada individu perlu untuk mempertahankan normoglikemi.

3. Observasi kadar Glukosa darah.

Rasional : Insiden abnormalitas janin dan bayi baru lahir menurun bila kadar glukosa darah antara 60 – 100 mg/dl, sebelum makan antara 60 -105 mg/dl, 1 jam sesudah makan dibawah 140 mg/dl dan 2 jam sesudah makan kurang dari 200 mg/dl.



Diagnosa 2 : Resiko tinggi terhadap cedera janin berhubungan dengan peningkatan kadar glukosa maternal, perubahan pada sirkulasi.

Intervensi : 

Mandiri :

1. Kaji gerakan janin dan denyut janin setiap kunjungan.

Rasional : Terjadi insufisiensi plasenta dan ketosis maternal mungkin secara negatif mempengaruhi gerakan janin dan denyut jantung janin.

2. Observasi tinggi fundus uteri setiap kunjungan.

Rasional : Untuk mengidentifikasi pola pertumbuhan abnormal

3. Observasi urine terhadap keton.

Rasional : Benda keton dapat mengakibatkan kerusakan susunan syaraf pusat yang tidak dapat diperbaiki.

4. Pantauan adanya tanda tanda edema, proteinuria, peningkatan tekanan darah.

Rasional : sekitar 12% – 13% dari diabetes akan berkembang menjadi gangguan hipertensi karena perubahan kardiovaskuler berkenaan dengan diabetes.

5. Tinjau ulang prosedur dan rasional untuk Non stress Test setiap minggu.

Rasional : Aktifitas dan pergerakan janin merupakan petanda baik dari kesehatan janin.

Kolaborasi : 

1. Kaji kadar albumin glikosilat pada getasi minggu ke 24 sampai ke 28 khususnya pada ibu dengan resiko tinggi.

Rasional : Tes serum albumin glikosilat menunjukkan glikemia lebih dari beberapa hari.

2. Dapatkan kadar serum alfa fetoprotein pada gestasi minggu ke 14 sampai minggu ke 16.

Rasional : Insiden kerusakan tuba neural lebih besar pada ibu diabetik dari pada non diabetik bila kontrol sebelum kehamilan sudah buruk.

3. Siapkan untuk ultrsonografi pada gestasi minggu ke 8, 12, 18, 28, 36 sampai minggu ke 38.

Rasional : Ultrasonografi bermanfaat dalam memastikan tanggal gestasi dan membantu dalam evaluasi retardasi pertumbuhan intra uterin.



Diagnosa 3 : Resiko tinggi terhadap cedera janin berhubungan dengan ketidakadekuatan kontrol diabetik, profil darah abnormal atau anemia, hipoksia jaringan dan perubahan respon umum.

Kriteria evaluasi :

· Tetap normotensif.

· Mempertahankan normoglikemia.

· Bebas dari komplikasi seperti infeksi, pemisahan plasenta.

Intervensi :

Mandiri : 

1. Kaji perdarahan pervaginam dan nyeri tekan abdomen.

Rasional: Perubahan vaskuler yang dihubungkan dengan diabetes menandakan resiko abrupsi plasenta.

2. Pantau terhadap tanda dan gejala persalinan preterm.

Rasional: Distensi uterus berlebihan karena makrosomia atau hidramnion dapat mempredisposisikan pada persalinan awal.

3. Identifikasi kejadian hipoglikemia dan hiperglikemia.

Rasional: Insiden hipoglikemia sering terjadi pada trimester ketiga karena aliran glukosa darah dan asam amino yang kontinue pada janin dan untuk menurunkan kadar insulin antagonis laktogen plasenta. Insiden hiperglikemia memerlukan regulasi diet atau insulin untuk normoglikemia khususnya pada trimester kedua dan ketiga karena kebutuhan insulin sering meningkat dua kali.

4. Pantau adanya edema dan tentukan tinggi fundus uteri.

Rasional: Diabetes cenderung kelebihan cairan karena perubahan vaskuler. Insiden hidramnion sebanyak 6% – 25% pada kasus diabetes yang hamil kemungkinan berhubungan dengan peningkatan kontribusi janin pada cairan amnion dan hiperglikemia meningkatkan haluaran urin janin.

5. Kaji adanya infeksi saluran kencing.

Rasional: Deteksi awal adanya infeksi saluran kencing dapat mencegah pielonefritis.

Kolaborasi : 

1. Pantau kadar glukosa serum setiap kunjungan.

Rasional: Mendeteksi ancaman ketoasidosis, menentukan adanya ancaman hipoglikemia.

2. Kaji Hb dan Ht pada kunjungan awal lalu selama trimester kedua dan preterm.

Rasional: Anemia mungkin ada dengan masalah vaskuler.

3. Instruksikan pemberian insulin sesuai indikasi.

Rasional: Kebutuhan insulin menurun pada trimester pertama kemudian meningkat dua kali dan empat kali lipat pada trimester kedua dan ketiga.










BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

DM yang terjadi dan diketahuinya saat hamil, maka ini dinamakan dengan DM gestasional, sedangkan bila DM telah diketahui sebelum hamil, maka dinamakan DM pregestasi. DM yang terjadi pada ibu hamil dan diketahui saat hamil kemudian akan pulih kembali 6 minggu pasca persalinan, maka ini dinamakan DM gestasional, namun apabila setelah 6 minggu persalinan DM belum juga sembuh, maka ini bukannya diabetes Gestasional, tetapi DM. Dm gstasional perlu penanganan yang serius, karena dapat mempengaruhi perkembangan janin, dan dapat mengancam kehidupan janin kedepannya. sehingga perlu diberikan asuhan keperawatan secara professional terhadap ibu hamil dengan DM, supaya tidak lagi terjadi berbagai komplikasi-komplikasi yang tidak diinginkan










DAFTAR PUSTAKA





Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Bandung.1984.Obstetri Patologi.Bandung : Elstar Offset.
Doenges E, Marilynn. 1993.Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Mochtar, Rustam. Prof. DR. 1989. Sypnosis Obstetrik : Obstetrik Patologi. Edisi I.Jakarta : EGC
Prawiroharjo, Sarwono. 1976. Ilmu Kebidanan. Jakarta : yayasan Bina Pustaka
Chamberlain, Geofferey. 1994. Obstetrik dan Ginekologi Praktis. Jakarta : Widya Medika
Ledewig. W. Patricia. 2005. Buku Saku Asuhan Keperawatan Ibu Bayi Baru Lahir.Jakarta :EGC
Manumba, Ida Bagus. 1993. Penuntun Kepanitraan Klinik Obstetrik dan Ginekologi.Jakarta : EGC
Oxorn, Harry. 1990. Ilmu Kebidanan Patologi dan Fisiologi Persalinan.Yayasan Esentia Medika
Heller, Luz 1991. Gawat Darurat Ginekologi dan Obstetri. Jakarta : EGC

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN TERJADINYA MIOPI PADA ANAK SEKOLAH



BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak sekolah menurut WHO yaitu golongan anak yang berusia antara 7 – 15 tahun. Anak sekolah merupakan golongan yang mempunyai karakteristik mulai mencoba mengembangkan kemandirian dan menentukan batasan-batasan norma. Disinilah variasi individu mulai lebih mudah dikenali seperti pertumbuhan dan perkembangannya, pola aktivitas, kebutuhan zat gizi, perkembangan kepribadian, serta asupan makanan (Yatim, 2005). Karakteristik lain anak usia ini adalah anak banyak menghabiskan waktu di luar rumah, aktivitas fisik anak semakin meningkat, dan pada usia ini anak akan mencari jati dirinya.

Pada saat ini kegiatan anak di luar rumah berkurang karena kebutuhan belajar dan kesibukan berinteraksi dengan teknologi. Fakta bahwa berkurangnya aktivitas di luar rumah dan berganti dengan aktivitas di dalam rumah yang membutuhkan penglihatan dalam jarak dekat (komputer, televisi, game dan HP) memicu terjadinya miopia pada anak sekolah. Anak-anak pada saat ini juga lebih suka bermain bola di playstation dibandingkan bermain bola di lapangan terbuka. Dan masa sekolah yang lebih dini dimana anak dipacu untuk bisa membaca dan menulis sejak awal, patut dicurigai sebagai penyebab kelainan refraksi pada sistem penglihatan.

Salah satu dari jalur informasi utama dari panca indera adalah mata. Adanya kelainan refraksi pada sistem penglihatan akan menurunkan sistem produktivitas dan menimbulkan keluhan seperti nyeri kepala, penglihatan kabur, dan lain-lain yang menghambat kelancaran aktivitas seharian. Kelainan refraksi ini merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata sehingga pembiasan sinar tidak dapat difokuskan pada retina atau bintik kuning. Kelainan refraksi merupakan salah satu kelainan mata yang paling sering terjadi. Saat ini kelainan refraksi masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di dunia. Berdasarkan data dari WHO pada 2004 prevalensi kelainan refraksi pada umur 5-15 tahun sebanyak 12,8 juta orang (0,97%). Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada penyakit mata. Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Jumlah pasien yang menderita kelainan refraksi di Indonesia hampir 25% dari populasi atau sekitar 55 juta jiwa. Kelainan refraksi terdiri dari miopia, hipermetropia, dan astigmatisma.

Miopia merupakan kelainan refraksi yang terbanyak dijumpai, baik pada murid SD (86%), SMP (95%), maupun SMA (86%) (Saerang et al., 1983). Lazimnya miopia terjadi karena memanjangnya sumbu bola mata, pemanjangan sumbu ini menyebabkan bekas cahaya yang dibiaskan tidak mencapai retina sehingga terfokus di depan retina. Sejalan dengan memanjangnya sumbu bola mata, derajat miopiapun akan bertambah. Miopia sudah menjadi keresahan sejumlah ahli mata dunia terutama ahli mata anak karena mereka mendapatkan fakta bahwa kasus myopia mengalami peningkatan luar biasa setiap tahunnya. Kenaikan ini diduga karena berubahnya kebiasaan melihat akibat kemajuan teknologi. Begitu banyak hal yang dapat diungkap namun pada dasarnya perlu adanya kewaspadaan bagi para orangtua dan guru serta praktisi dalam mengantisipasi dilema ini. Lingkungan, pola hidup, pola makan, dan terutama bagi yang nerusia sekolah dan kuliah harus lebih berancang-ancang memaknai perilaku mereka.

Penelitian dilakukan oleh Profesor Young pada tahun 1968 pada sekelompok orang eskimo yang hidup di kutub utara. Dari 130 orang tua, 128 di antaranya memiliki penglihatan jarak jauh yang sempurna, 1 orang memiliki 0,25 dioptri dan satu orang yang menjadi petugas pencatat kejadian memiliki 1,50 dioptri. Anak-anak mereka yang memulai belajar membaca tulis 60 % lebih memiliki miopia yang tampak nyata. Jelas Faktor genetika menjadi mentah dengan adanya kejadian ini. Studi statistik juga dilakukan oleh pemerintah Amerika yang mendata bahwa pada tahun 1950 pemerintah AS menemukan kasus Miopia di AS mencapai 15 %. Menurut laporan sebelumnya sejak tahun 1920, level ini cukup konstan. Pada tahun 1980, persentasi kasus miopia melonjak menjadi 40 %.

Suatu hasil penelitian menyatakan 1 dari 10 (9,2%) anak-anak usia 5 -17 tahun di Amerika dilaporkan menderita miopia (Kleinstein et al., 2003). Hasil penelitian lainnya menunjukan prevalensi miopia pada anak usia 6-18 tahun sebesar 20,2% (Scheiman et al.,1996). Di Indonesia sendiri prevalensi miopia cukup besar. Di RS. Sardjito Yogyakarta selama setengah tahun (Januari sampai dengan juni 1983) dipelajari kasus-kasus kelainan refraksi. Dari 725 penderita kelainan refraksi, 83% adalah miopia (Budihardjo dan Agni,1984).

Dari penelitian tim Helen Keller International (sebuah LSM yang intensif dalam program-program kesehatan mata) mencoba melakukan penelitian pada tahun 2009 dengan responden berasal dari sebuah sekolah dasar di bilangan menteng atas. Jumlah responden 334 orang mencakup kelas 1 sampai dengan kelas 6, dimana 13 diantaranya pernah menggunakan kacamata/lensa kontak dan memeriksakan matanya baik ke optikal maupun ke dokter mata dengan hasil menderita kelainan miopi.

Dan dari hasil laporan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan (RISKESDAS) tahun 2013 menyebutkan prevalensi pada penderita yang memakai kacamata/ lensa kontak berdasarkan umur 6-14 tahun sebesar 1,0% dan umur 15-24 tahun sebesar 2,9%. Masih dari data RISKESDAS tersebut menyebutkan prevalensi penderita yang memakai kacamata/lensa kontak semakin meningkat pada tingkat pendidikan, dimana anak yang tidak sekolah sebanyak 2,3%, anak yang tamat SD sebanyak 3,6%, yang tamat SMP sebanyak 4,0%, dan yang tamat SMA sebanyak 7,0%. Jika ditinjau dari segi tempat tinggal lebih tinggi penderita yang tinggal di perkotaan dibandingkan pedesaan serta dengan kuintil indeks kepemilikan yang tinggi (RISKESDAS, 2013)

Dari hasil laporan Kementrian Kesehatan (KEMENKES) tahun 2010 menyebutkan penderita dengan gangguan refraksi mata dan akomodasi di Indonesia dengan jumlah penderita laki-laki sebanyak 42.349 orang, perempuan sebanyak 69.164, dan yang termasuk kasus baru sebanyak 111.513. Masih dari data KEMENKES tersebut menyebutkan penderita dengan tingkat kesulitan melihat pada umur diatas 10 tahun di Sulawesi Tengah, dimana penderita yang sedikit sulit melihat sebanyak 4,22% dan yang parah sebanyak 0,34%.

Dan dari laporan Yankes Dinkes kota Palu tahun 2010 menyebutkan berdasarkan hasil laporan dari 6 Rumah Sakit di Kota Palu (RSU Undata, RSU Anutapura, RSU Woodward, RS Budi Agung, RS Wirabuana, dan RS Madani) untuk pola penyakit gangguan refraksi mata dan akomodasi rawat jalan menempati urutan ke 5 dengan persentase 8,57%.






B. Pertanyaan-pertanyaan Penelitian

1. Apakah faktor yang mempengaruhi terjadinya kelainan refraksi mata miopi pada anak sekolah?

2. Apakah perkembangan teknologi mempengaruhi terjadinya kelainan refraksi mata miopi pada anak sekolah?

3. Apakah faktor genetika mempengaruhi terjadinya kelainan refraksi mata miopi pada anak sekolah?

4. Apakah pengetahuan orang tua mempengaruhi terjadinya kelainan refraksi mata miopi pada anak sekolah?



C. Rumusan Masalah

Apakah faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya kelainan refraksi mata miopi pada anak sekolah di . . . tahun 2015?

Judul

Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya kelainan refraksi mata miopi pada anak sekolah di . . . tahun 2015



D. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya kelainan refraksi mata miopi pada anak sekolah di . . .

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan terjadinya kelainan refraksi mata miopi pada anak sekolah.

b. Untuk mengidentifikasi hubungan antara perkembangan teknologi dengan terjadinya kelainan refraksi mata miopi pada anak sekolah.

c. Untuk mengidentifikasi hubungan antara faktor genetik dengan terjadinya kelainan refraksi mata miopi pada anak sekolah.

d. Untuk mengidentifikasi hubungan antara tingkat pengetahuan orang tua dengan terjadinya kelainan refraksi mata miopi pada anak sekolah.



E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi tempat penelitian

Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi anak sekolah di Palu terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya kelainan refraksi mata miopi pada anak sekolah dan dapat mencegahnya.

2. Manfaat bagi ilmu keperawatan

Melalui penelitian ini diharapkan dapat menambah memperkaya keilmuan dalam keperawatan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya kelainan refraksi mata miopi pada anak sekolah.

3. Manfaat bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini dapat dipergunakan sebagai bahan dalam melanjutkan penelitian terkait dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya kelainan refraksi mata miopi pada anak sekolah.








BAB II

TINJAUAN PUSTAKA



A. Konsep Anak Usia Sekolah

1. Pengertian Anak Usia Sekolah

Anak usia sekolah adalah anak yang memiliki umur 6 sampai 12 tahun yang masih duduk di sekolahdasar dari kelas 1 sampai kelas 6 dan perkembangan sesuai usianya. Anak usia sekolah adalah anakdenga usia 7 sampai 15 tahun (termasuk anak cacat) yang menjadi sasaran program wajib belajar pendidikan 9 tahun.(www.gn-ota,or.id).

2. Tahap perkembangan anak usia sekolah

a. Aspek fisik

Kecerdasan perkembangan secara pesat,berpikir makin logis dan kritis fantasis semakin kuat sehinggasering kali terjadi konflik sendiri, penuh dengan cita-cita

b. Aspek sosial

Mengejar tugas-tugas sekolah bermotivasi untuk belajar, namun masih memiliki kecenderungan untuk kurang berhati-hati.

c. Aspek kognitif 

Anak bermain dalam kelompok dengan aturan kelompok (kerja sama). Anak termotivasi dan mengerti hal-hal sistematik

3. Peran Dan Fungsi Keluarga Bagi Anak Usia Sekolah

Tugas perkembangan dalam anak usia sekolah menurut Duval dam Miller Carter dan Mc Goldrik dalam Friedman (1980) :

a. Mensosialisasikan anak-anak termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkanhubungan dengan teman sebaya yang sehat .

b. Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan

c. Memenuhi kebutuhan fisik anggota keluarga

B. Konsep Mata

Kornea merupakan jendela paling depan dari mata dimana sinar masuk dan difokuskan ke dalam pupil. Bentuk kornea yang cembung dengan sifatnya yang transparan merupakan hal yang sangat menguntungkan karena sinar yang masuk 80% atau kekuatan 40 dioptri dilakukan atau dibiaskan oleh kornea ini. Kornea memiliki indek bias 1,38. Kelengkungan kornea mempunyai kekuatan yang sebagai lensa hingga 40,0 dioptri.

Lensa yang jernih mengambil peranan membiaskan sinar 20% atau 10 dioptri. Peranan lensa yang terbesar adalah pada saat melihat dekat atau berakomodasi. Lensa ini menjadi kaku dengan bertambahnya umur sehingga akan terlihat sebagai presbiopia. Lensa mata memiliki sifat seperti : indeks bias 1,44, dapat berubah bentuk, mengatur difokuskannya sinar dan apabila badan siliar melakukan kontraksi atau relaksasi maka lensa akan cembung ataupun pipih seperti yang terjadi pada akomodasi (Ilyas, 2006).

Mata anak-anak adalah mata yang sedang bertumbuh. Sistem imunitas anak yang sedang berkembang dan sistem saraf pusat yang juga berada pembentukan mengakibatkan rentanya mata anak terhadap gangguan yang bisa mengakibatkan pertumbuhan dan perkembangan abnormal. Pertumbuhan dan perkembangan mata berlangsung cepat dalam dua tahun pertama kehidupan. Kemudian berkembang secara berlahan sampai usia pubertas (Riordan and Eva, 2009).

C. Konsep Kelainan Refraksi

1. Definisi Kelainan Refraksi

Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada retina tetapi di bagian depan atau belakang bintik kuning dan tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk miopia, hipermetropia dan astigmatisma (Ilyas, 2006).

Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan dan kelengkungan kornea serta panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya pembiasan sinar terkuat dibanding media penglihatan mata lainnya. Lensa memegang peranan terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda yang dekat. Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola mata, maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai ametropia (Ilyas,2006).

2. Etiologi

Ametropia aksial adalah ametropia yang terjadi akibat sumbu optik bola mata lebih panjang atau lebih pendek sehingga bayangan benda difokuskan di depan atau di belakang retina. Pada miopia aksial, fokus akan terletak di depan retina karena bola mata lebih panjang. Sedangkan pada hipermetropia aksial, fokus bayangan terletak di belakang retina. Ametropia indeks refraktif adalah ametropia akibat kelainan indeks refraksi media penglih hatan. Sehingga walaupun panjang sumbu mata normal, sinar terfokus di depan (miopia) atau di belakang retina (hipermetropia). Kelainan indeks refraksi ini dapat terletak pada kornea atau pada lensa (cembung, diabetik). Ametropia kurvatur disebabkan kelengkungan kornea atau lensa yang tidak normal sehingga terjadi perubahan pembiasan sinar. Kecembungan kornea yang lebih berat akan mengakibatkan pembiasan lebih kuat sehingga bayangan dalam mata difokuskan di depan bintik kuning sehingga mata ini akan menjadi mata miopia atau rabun jauh. Sedangkan kecembungan kornea yang lebih kurang atau merata (flat) akan mengakibatkan pembiasan menjadi lemah sehingga bayangan dalam mata difokuskan dibelakang bintik kuning dan mata ini menjadi hipermetropia atau rabun dekat (Ilyas, 2006).

3. Tanda dan Gejala

Sakit kepala terutama didaerah tengkuk atau dahi, mata berair, cepat mengantuk, pegal pada bola mata, penglihatan kabur (Ilyas, 2006), mengerutkan dahi secara berlebihan, sering menyipitkan mata, sering menggosok (mengucek) mata, mengantuk, mudah teriritasi pada penggunaan mata yang lama, dan penglihatan ganda (Rudolph, 2007).

D. Konsep Miopi

1. Definisi Miopi

Miopia adalah suatu kelainan refraksi karena kemampuan refraktif mata terlalu kuat untuk panjang anteroposterior mata sehingga sinar datang sejajar sumbu mata tanpa akomodasi difokuskan di depan retina (Istiqomah, 2005). Miopia adalah suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan pembiasan sinar yang berlebihan sehingga sinar yang datang dibiaskan di depan retina atau bintik kuning (Nasrulbintang, 2008).

Miopia disebut sebaga rabun jauh akibat berkurangnya kemampuan untuk melihat jauh akan tetapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Secara fisiologis sinar yang difokuskan pada retina terlalu kuat sehingga membentuk bayangan kabur atau tidak jelas pada makula lutea (Ilyas, 2006). Miopia tidak sering pada bayi dan anak prasekolah. Lebih lazim lagi pada bayi prematur dan pada bayi dengan retinopati prematuritas. Juga, ada kecenderungan herediter terhadap miopia, dan anak dengan orangtua miopia harus diperiksakan pada usia awal. Insiden miopia meningkat selama bertahun-tahun sekolah, terutama sebelum pada usia sepuluhan. Tingkat miopia semakin tua juga cenderung meningkat selama tahun-tahun pertumbuhan (Nelson, 2000).

2. Etiologi 

Kekurangan zat kimia (kekurangan kalsium, kekurangan vitamin), alergi, penyakit mata tertentu (bentuk kornea kerucut, bisul di kelopak mata, pasca operasi atau pasca trauma atau kecelakaan), herediter atau faktor genetik (perkembangan yang menyimpang dari normal yang di dapat secara kongenital pada waktu awal kelahiran), kerja dekat yang berlebihan seperti membaca terlalu dekat atau aktifitas jarak dekat (Israr, 2010), kurangnya faktor atau aktifitas jarak jauh terutama sport atau aktifitas di luar rumah, pencahayaan yang ekstra kuat dan lama (computer, TV, game), sumbuatau bola mata yang terlalu panjang karena adanya tekanan dari otot ekstra okuler selama konvergensi yang berlebihan, radang, pelunakan lapisan bola mata bersama-sama dengan peningkatan tekanan yang di hasilkan oleh pembuluh darah dan bentuk dari lingkaran wajah yang lebar yang menyebabkan konvergensi yang berlebihan (Nasrulbintang, 2008).

3. Gejala klinik

Penglihatan kabur untuk melihat jauh dan hanya jelas pada jarak yang dekat, selalu ingin melihat dengan mendekatkan benda yang dilihat, kadang-kadang terlihat bakat untuk menjadi juling bila ia melihat jauh, mengecilkan kelopak untuk mendapatkan efek ”pinhole” sehingga dapat melihat jelas, penderita miopia biasanya menyenangi membaca (Ilyas, 2006), cepat lelah, pusing dan mengantuk, melihat benda kecil harus dari jarak dekat, pupil medriasis, dan bilik mata depan lebih dalam, retina tipis (Istiqomah, 2005). Banyak menggosok mata, mempunyai kesulitan dalam membaca, memegang buku dekat ke mata, pusing, sakit kepala dan mual (Wong, 2008).

4. Pengobatan

Koreksi mata dengan miopia dengan memakai lensa minus/negatif yang sesuai untuk mengurangi kekuatan daya pembiasan di dalam mata. Biasanya pengobatan dengan kaca mata dan lensa kontak. Miopia juga dapat diatasi dengan pembedahan pada kornea antara lain keratotomi radial, keratektomi fotorefraktif (Ilyas, 2006)

E. Konsep perkembangan Teknologi

Teknologi adalah penggunaan yang efesien dari ilmu, keterampilan dan bahan untuk memproduksi suatu benda yang lebih berkwalitas. Dalam teknologi penggunaan pikiran dan tangan merupakan alat yang efektif untuk menciptakan suatu barang, dengan kerja sama ini manusia yanglemah dan tidak mampu bertahan hidup akan mampu membuat perrtahanan yang lebih baik lagi.

Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata Latin communis yang berarti sama, communico, communication, atau communicare yang berarti membuat sama. Istilah communis adalah istilah yang paling sering disebut sebagai asal-usul kata komunikasi, yang merupakan akardari kata-kata Latin lainnya yang mirip. Pengertian komunikasi secara umum adalah suatu proses penyampaian pesan dari komunikator (pembicara) kepada komunikan (pendengar) melalui suatu channel (saluran) serta menghasilkan feedback (umpan balik). Komunikasi diartikan secara luas sebagai suatu proses untuk berbagi pengalaman.

Jika diamati kemajuan teknologi secara keseluruhan maka teknologi itu sendiri terus berkembang terus dan terus. Mulai dari perkembangan teknologi budaya sampai teknologi komunikasi. Sekarang teknologi berkembang secara otomatis dan pesat, dari mulai yang kecil, medium sampai yang high tech.kemajuan teknologi sangat membantu manusia serta mempengaruhi kehidupan individu, sosial dam kebudayaan. Teknologi bukan hanya menjagkau benda yang bersifat materil tetapi juga benda yang non materil seperti: ide, gagasan, cita-cita dan norma dst. Dalam lingkup benda non materil peranan benda-benda instrumen sangat penting seperti isyarat dan simbol, bahasa merupakan suatu sistem dari simbolnya.

Beberapa orang beranggapan bahwa kemajuan teknologi yang pada saat ini mempunyai dampak yang negatif bagi kehidupan manusia itu sendiri. Seperti terjadinya kerusakan alam hutan yang terjadi karena teknologi pemotongan hutan menggunakan alat berat. Kondisi yang seperti inilah yang menyebabkan orang menganggap kemajuan teknologi memiliki dampak negatif.

Di sisi lain juga, banyak orang yang menganggap teknologi mempunyai peran besar dalam peningkatan kualitas hidup manusia di dunia ini. Untuk itulah teknologi harus tetap diupayakan untuk terus berkembang. Tetapi, secara umum teknologi memang harus terus dikembangkan sebagai upaya untuk terus mencari inovasi sebagai perbaikan kehidupan manusia. Oleh karena itu, tujuan dari teknologi yaitu untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia tanpa merusak lingkungan alam sekitar kita.

Oleh karena itu, dapat disimpulkan ada beberapa manfaat yang dapat disimpulkan, diantaranya adalah :

1. Membantu manusia untuk menyelesaikan berbagai pekerjaan mereka secara lebih baik dan lebih efisien.

2. Memotivasi manusia untuk terus berpikir untuk menciptakan perubahan-perubahan dan perbaikan dalam menciptakan teknologi baru.

3. Membantu manusia mengenal sejarah dan memprediksi mengenai fenomena yang akan terjadi di masa mendatang. Seperti memprediksi terjadinya gerhana bulan dan matahari, memprediksi peristiwa yang terjadi di tatasurya atau juga memprediksi bencana alam.

F. Konsep Genetik

Pengertian genetika berasal dari Bahasa Latin genos yang berarti suku bangsa atau asal usul. Dengan demikian genetika berarti ilmu yang mempelajari bagaimana sifat keturunan (hereditas) yang di wariskan kepada anak cucu, serta variasi yang mungkin timbul di dalamnya.

Menurut sumber lainnya, pengertian genetika berasal dari Bahasa Yunani geno yang berarti melahirkan. Dengan demikian pengertian genetika adalah ilmu yang mempelajari berbagai aspek yang menyangkut pewarisan sifat dan variasi sifat pada organisme maupun suborganisme (seperti virus dan prion).

Berdasarkan pengertian genetika, genetika manusia (Human Genetiks) perlu dipelajari dengan tujuan:

1. Agar kita dapat mengetahui sifat – sifat keturunan kita sendiri, serta setiap mahkluk yang hidup di lingkungan kita.

2. Mengetahui kelainan atau penyakit keturunan serta usaha untuk menanggulanginya.

3. Menjajagi sifat keturunan seseorang, misalnya golongan darah, yang kemungkinan diperlukan dalam penelitian warisan harta dan kriminalitas.

Prinsip dari pengertian genetika perlu dikuasai untuk mempelajari sifat kejiwaan atau persarafan seseorang yang ditentukan oleh sifat keturunan, misalnya kelebihan satu jenis kromosom yang ada hubungannya dengan kelainan jiwa, bersifat asosial dan kriminil.

G. Konsep Dasar Pengetahuan

1. Pengertian

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (Overt Behavior). Pengetahuan dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan

Pengetahuan (knowledge) adalah hal-hal yang kita ketahui tentang kebenaran yang ada di sekitar kita tanpa harus menguji kebenarannya, didapat melalui pengamatan yang lebih mendalam (Wasis, 2008 : 1)

2. Tingkat Pengetahuan

Menurut Effendy Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu :

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, “tahu” ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

d. Analisis (Analisys)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

3. Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Wawan cara memperoleh pengetahuan dapat dilakukan dengan cara berikut :

a. Cara Kuno atau Cara Non Ilmiah

1) Cara Coba-salah (Trial and Error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan mungkin sebelum adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoha. Kemungkinan yang lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan

2) Cara kekuasaan atau otoritas

Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-pimpinan masyarakat baik formal atau informal, ahli agama, pemegang pemerintah, dan berbagai prinsip orang lain yang menerima mempunyai yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai otoritas, tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran sendiri.

3) Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Upaya untuk memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu.

4) Melalui Jalan Pemikiran

Merupakan cara melahirkan pemikiran secara tidak langsung melalui pernyataan-pernyataan yang dikemukakan kemudian dicari hubungan sehingga dapat dibuat suatu kesimpulan.

b. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular atau disebut metodologi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561- 1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini kita kenal dengan penelitian ilmiah.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Wawan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan antara lain :

a. Faktor internal

1) Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju kearah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan diperlukan untuk mendapat informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Menurut YB Mantra pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap berperan serta dalam pembangunan. Pada umumnya makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi.

2) Pekerjaan

Menurut Thomas pekerjaan adalah keburukan yang harus dilakukan terutama untuk menunjang kehidupannya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan. Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga.

3) Umur

Menurut Elisabeth BR, usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan menurut Huclok, semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Dan segi kepercayaan masyarakat seseorang yang lebih dewasa dipercaya dan orang yang belum tinggi kedewasaannya. Hal ini akan sebagai dan pengalaman dan kematangan jiwa.

b. Faktor eksternal

1) Faktor Lingkungan

Menurut Ann.Mariner lingkungan merupakan seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan pengaruhnya yang dapat mempengaruhi perkembangan dan perilaku orang atau kelompok.

2) Sosial Budaya

Sistem sosial budaya yang ada pada masyarakat dapat mempengaruhi dan sikap dalam menerima informasi.





BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DEFINISI OPERASIONAL



A. KERANGKA KONSEP



PERKEMBANGAN

TEKNOLOGI


PENGETAHUAN                                              KELAINAN MATA MIOPI


FAKTOR

GENETIK








PENGETAHUAN
     
                                                                        KELAINAN MATA MIOPI

FAKTOR

GENETIK









B. HIPOTESIS

1. HIPOTESA (H0)

a. Tidak ada hubungan antara genetik dengan kelainan refraksi mata miopi.

b. Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kelainan refraksi mata miopi.

2. HIPOTESA ( H1/Ha )

a. Ada hubungan antara genetik dengan kelainan refraksi mata miopi.

b. Ada hubungan antara pengetahuan dengan kelainan refraksi mata miopi.

C. DEFINISI OPERASIONAL

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati, sehingga memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau fenomena (Alimul Hidayat,2007).

1. Pengetahuan

a. Definisi

Pengetahuan (knowledge) adalah hal-hal yang kita ketahui tentang kebenaran yang ada di sekitar kita tanpa harus menguji kebenarannya, didapat melalui pengamatan yang lebih mendalam

b. Cara Ukur : Wawancara

c. Alat Ukur : kuisioner

d. Skala Ukur : Skala Guttman

e. Hasil Ukur : Baik (jika memahami tentang penyakit mata miopi)

Buruk (jika tidak memahami tentang penyakit mata miopi)



2. Faktor Genetik

a. Defenisi

Merupakan faktor bawaan dari lahir yang di wariskan atau di turunkan dari orang tua yang memiliki riwayat penyakit kepada anaknya

b. Cara ukur : Wawancara

c. Alat ukur : kuisioner

d. Skala ukur : skala Guttman

e. Hasil ukur : Ya (jika menderita penyakit yang sama dengan orang tua)

Tidak ( jika tidak menderita penyakit yang sama dengan orang tua )






BAB IV

METODE PENELITIAN



A. DESAIN PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan desain penelitian analitik yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mengangkat fakta dan keadaan variabel, yang terjadi selama penelitian berlangsung dan menyajikan apa adanya (Wasis, 2008). Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor yang berhubungan dengan terjadinya kelainan refraksi mata miopi.



B. WAKTU DAN TEMPAT

a. Waktu

Penelitian dimulai pada bulan Maret – Juni 2015

b. Tempat

Tempat penelitian yaitu di . . .



C. POPULASI DAN SAMPEL

a. Populasi 

Populasi didefinisikan sebagai seperangkat unit analisis yang lengkap (keseluruhan) yang sedang diteliti (Machfoedz, 2009). Populasi dalam penelitian ini adalah para anak sekolah yang menderita miopi di . . sejumlah 30 orang.

b. Sampel

Sampel merupakan sub (sebagian) dari seperangkat elemen (populasi) yang dipilih untuk dipelajari. Teknik pemilihan sampel disebut sampling. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel kuota dimana seluruh populasi dengan kriteria tertentu diambil sebagai sampel penelitian sampai jumlah (kuota) yang diinginkan tercapai berdasarkan pertimbangan tertentu (Machfoedz, 2009).



D. PENGUMPULAN DATA

a. Data primer

Data primer adalah kumpulan fakta yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti pada saat berlangsungnya suatu penelitian (Nursalam, 2008).

b. Data sekunder 

Data sekunder adalah data yang diambil oleh peneliti dari hasil pengumpulan data oleh pihak lain (Nursalam, 2008).



E. PENGOLAHAN DATA

1. Pengolahan data.

Data yang dikumpulkan selanjutnya diolah dalam beberapa tahap yaitu: 

a. Editing (pengeditan data) 

Editing meliputi apakah isian pada lembar quesioner sudah cukup baik dan dapat di proses lebih lanjut editing dapat dilakukan di tempat pengumpulan data di lapangan sehingga jika kesalahan maka upaya pembetulan dapat segera dilakukan.

b. Coding (Pengkodean). 

Coding adalah mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para responden kedalam kategori-kategori, yaitu dengan cara memberi tanda atau kode berbentuk angka atau masing-masing jawaban.

c. Tabulasi.

Setelah dilakukan koding data maka dilakukan tabulasi data dari skor jawaban yang diperoleh dengan menggunakan tabel untuk pengkajian hasil pengolahan data guna menyusun uraian – uraian yang dilengkapi dengan penjelasan serta penyajian data dalam bentuk tabel yang kemudian diolah oleh komputer.

d. Cleaning 

Membersihkan data dengan melihat vareabel-vareabel yang digunakan, apakah data-data sudah benar atau belu, 

e. Analisa 

Melakukan analisa data penelitian menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan tujuan yang hendak di analisa. (Narbuko, 2007)



F. ANALISIS DATA

1. Analisa Univariat 

Adalah metode statistik yang digunakan oleh peneliti menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel dengan rumus 



Keterangan :

P : Jumlah persentase yang di cari

f : Jumlah frekuensi untuk setiap alternatif jawaban

n : Jumlah responden ( Sabarguna, 2008)



G. PENYAJIAN DATA

Teknik penyajian data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tekstual yang berupa tulisan atau narasi. (saryono, 2008)






DAFTAR PUSTAKA 



KEMENKES 2010 

DEPKES PALU 2010 

RISKESDAS 2013 

Ilyas S. 2006.Kelainan refraksi dan kacamata. 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 1-14, 35-48 

Hartono. (2007). Ilmu Kesehatan Mata. Yogyakarta: Gama Press. 

Aziz.A.Alimul Hidayat.2002.Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah.Surabaya 



Wasis, 2008.Pedoman Riset Praktis Untuk Profesi Perawat .Jakarta: EGC 

American Optometric Association.(2000). Care of the Patient with Miopia, http://www.aoa.org. diakses tanggal 27 Januari 2015. 







Kamis, 08 Mei 2014

ASKEP HIPERTROPI PROSTAT

KONSEP DASAR MEDIS

A.     Pengertian
Hipertropi Prostat adalah hiperplasia dari kelenjar periurethral yang kemudian mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan menjadi simpai bedah. (Jong, Wim de, 1998).
Benign Prostatic Hypertrophy ( BPH ) adalah pembesaran jinak kelenjar prostat, disebabkan oleh karena hiperplasi beberapa atau semua komponen prostat meliputi jaringan kelenjar / jaringan fibromuskuler yang menyebabkan penyumbatan uretra pars prostatika (Lab / UPF Ilmu Bedah RSUD dr. Sutomo, 1994 : 193).

B.     Etiologi
Penyebab terjadinya Benigna Prostat Hipertropi belum diketahui secara pasti. Tetapi hanya 2 faktor yang mempengaruhi terjadinya Benigne Prostat Hypertropi yaitu testis dan usia lanjut.
Ada beberapa teori mengemukakan mengapa kelenjar periurethral dapat mengalami hiperplasia, yaitu :
1.      Teori Sel Stem (Isaacs 1984)
Berdasarkan teori ini jaringan prostat pada orang dewasa berada pada keseimbangan antara pertumbuhan sel dan sel mati, keadaan ini disebut steady state. Pada jaringan prostat terdapat sel stem yang dapat berproliferasi lebih cepat, sehingga terjadi hiperplasia kelenjar periurethral.
2.      Teori MC Neal (1978)
Menurut MC. Neal, pembesaran prostat jinak dimulai dari zona transisi yang letaknya sebelah proksimal dari spincter eksterna pada kedua sisi veromontatum di zona periurethral.

C.     Anatomi Fisiologi
Kelenjar proatat adalah suatu jaringan fibromuskular dan kelenjar grandular yang melingkari urethra bagian proksimal yang terdiri dari kelnjar majemuk, saluran-saluran dan otot polos terletak di bawah kandung kemih dan melekat pada dinding kandung kemih dengan ukuran panjang : 3-4 cm dan lebar : 4,4 cm, tebal : 2,6 cm dan sebesar biji kenari, pembesaran pada prostat akan membendung uretra dan dapat menyebabkan retensi urine, kelenjar prostat terdiri dari lobus posterior lateral, anterior dan lobus medial, kelenjar prostat berguna untuk melindungi spermatozoa terhadap tekanan yang ada uretra dan vagina. Serta menambah cairan alkalis pada cairan seminalis.

D.     Patofisiologi
Menurut Mansjoer Arif tahun 2000 pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktus urinarius. Pada tahap awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat.
Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika dapat menerobos keluar di antara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.

E.     Tanda dan Gejala
1.      Hilangnya kekuatan pancaran saat miksi (bak tidak lampias)
2.      Kesulitan dalam mengosongkan kandung kemih.
3.      Rasa nyeri saat memulai miksi
4.      Adanya urine yang bercampur darah (hematuri).

F.      Komplikasi
1.      Aterosclerosis
2.      Infark jantung
3.      Impoten
4.      Haemoragik post operasi
5.      Fistula
6.      Striktur pasca operasi & inconentia urine


G.    Pemeriksaan Diagnostik
1.      Laboratorium
Meliputi ureum (BUN), kreatinin, elekrolit, tes sensitivitas dan biakan urin.
2.      Radiologis
Intravena pylografi, BNO, sistogram, retrograd, USG, Ct Scanning, cystoscopy, foto polos abdomen. Indikasi sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk, ultrasonografi dapat dilakukan secara trans abdominal atau trans rectal (TRUS = Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan volume buli-buli, mengukut sisa urine dan keadaan patologi lain seperti difertikel, tumor dan batu (Syamsuhidayat dan Wim De Jong, 1997).
3.      Prostatektomi Retro Pubis
Pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan adematous prostat diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.
4.      Prostatektomi Parineal
Yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang melalui perineum.

H.    Penatalaksanaan
a.       Non Operatif
a.       Pembesaran hormon estrogen & progesteron
b.      Massase prostat, anjurkan sering masturbasi
c.       Anjurkan tidak minum banyak pada waktu yang pendek
d.      Cegah minum obat antikolinergik, antihistamin & dengostan
e.       Pemasangan kateter.
b.      Operatif
Indikasi : terjadi pelebaran kandung kemih dan urine sisa 750 ml
a.       TUR (Trans Uretral Resection)
b.      STP (Suprobic Transersal Prostatectomy)
c.       Retropubic Extravesical Prostatectomy)
d.      Prostatectomy Perineal



PENYIMPANGAN KDM










KONSEP ASUHAN KEPERWATAN
A.    Pengkajian
·         Data subyektif :
1.      Pasien mengeluh sakit pada luka insisi.
2.      Pasien mengatakan tidak bisa melakukan hubungan seksual.
3.      Pasien selalu menanyakan tindakan yang dilakukan.
4.      Pasien mengatakan buang air kecil tidak terasa.
·         Data Obyektif :
1.      Terdapat luka insisi
2.      Takikardi
3.      Gelisah
4.      Tekanan darah meningkat
5.      Ekspresi w ajah ketakutan
6.      Terpasang kateter

B.     Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1.      Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
2.      Kurang pengetahuan : tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi
3.      Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan

C.    Intervensi
·         Diagnosa Keperawatan 1 :
Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan spasme otot spincter
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan selama 3-5 hari pasien mampu mempertahankan derajat kenyamanan secara adekuat.
Kriteria hasil :
1.      Secara verbal pasien mengungkapkan nyeri berkurang atau hilang.
2.      Pasien dapat beristirahat dengan tenang.


Intervensi :
1.      Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas (skala 0 - 10)
2.      Monitor dan catat adanya rasa nyeri, lokasi, durasi dan faktor pencetus serta penghilang nyeri.
3.      Observasi tanda-tanda non verbal nyeri (gelisah, kening mengkerut, peningkatan tekanan darah dan denyut nadi)
4.      Beri kompres air hangat pada abdomen terutama perut bagian bawah.
5.      Anjurkan pasien untuk menghindari stimulan (kopi, teh, merokok, abdomen tegang)
6.      Atur posisi pasien senyaman mungkin, ajarkan teknik relaksasi
7.      Lakukan perawatan aseptik terapeutik
8.      Laporkan pada dokter jika nyeri meningkat.

·         Diagnosa Keperawatan 2 :
Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi
Tujuan :
Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat lanjutan Kriteria hasil :
1.      Klien akan melakukan perubahan perilaku.
2.      Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.
3.      Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan berobat lanjutan.
Intervensi :
1.      Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu.
2.      Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu; dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan.
3.      Pemasukan cairan sekurang–kurangnya 2500-3000 ml/hari.
4.      Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.
5.      Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh.



·         Diagnosa Keperawatan 3 :
Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan
Tujuan :
Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi
Kriteria hasil :
1.      Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.
2.      Klien mengungkapan sudah bisa tidur.
3.      Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur.
Intervensi :
1.      Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur dan kemungkinan cara untuk menghindari.
2.      Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang dengan mengurangi kebisingan.
3.      Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab gangguan tidur.
4.      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang dapat mengurangi nyeri (analgesik).




DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Long, B.C., 1996. Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994. Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.
Hardjowidjoto S. (1999).Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press. Surabaya

Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.